Bagaimana pandangan Islam mengenai juru kunci?
Juru kunci atau kuncen identik dengan orang yang menjaga
tempat-tempat keramat. Juru kunci juga terdapat pada gunung terutama
gunung-gunung berapi seperti Gunung Merapi dan Gunung Kelud yang saat
ini meletus. Seperti dahulu Mbah Maridjan sebagai juru kunci Gunung
Merapi. Namun ia tewas karena enggan mengungsi dan ditemukan mati di
rumahnya saat terjadi erupsi Gunung Merapi di Jawa Tengah. Saat ini
hadir, Mbah Ronggo sebagai juru kunci Gunung Kelud, Kediri, Jawa Timur
yang baru saja meletus Kamis malam kemarin.
Juru Kunci di Masa Silam
Di masa silam sudah ada juru kunci. Juru kunci di masa silam
ditemukan pada tempat-tempat yang dikeramatkan. Juru kunci inilah yang
jadi warisan jahiliyah dan tetap laris manis hingga saat ini. Dalam
kisah berikut termaktub pohon keramat ‘Uzza yang memiliki beberapa juru
kunci.
Dari Abu Al-Thufail, beliau bercerita, “Ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
menaklukkan kota Mekah, beliau mengutus Khalid bin al Walid ke daerah
Nakhlah, tempat keberadaan berhala ‘Uzza. Akhirnya Khalid mendatangi
‘Uzza, dan ternyata ‘Uzza adalah tiga buah pohon Samurah. Khalid pun
lantas menebang ketiga buah pohon tersebut. Ketiga buah pohon tersebut
terletak di dalam sebuah rumah. Khalid pun menghancurkan bangunan rumah
tersebut. Setelah itu Khalid menghadap Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan apa yang telah dia kerjakan. Komentar Nabi, ‘Kembalilah karena engkau belum berbuat apa-apa.’ Akhirnya kembali.
Tatkala para juru kunci ‘Uzza melihat kedatangan Khalid, mereka
menatap ke arah gunung yang ada di dekat lokasi sambil berteriak, “Wahai
‘Uzza. Wahai ‘Uzza.” Khalid akhirnya mendatangi puncak gunung, ternyata
‘Uzza itu berbentuk perempuan telanjang yang mengurai rambutnya. Dia
ketika itu sedang menuangkan debu ke atas kepalanya dengan menggunakan
kedua telapak tangannya. Khalid pun menyabetkan pedang ke arah jin
perempuan ‘Uzza sehingga berhasil membunuhnya. Setelah itu Khalid
kembali menemui Nabi dan melaporkan apa yang telah dia kerjakan.
Komentar Nabi, “Nah, itu baru ‘Uzza.” (HR. An-Nasa’i dalam Sunan Kubro
no. 11547, 6: 474).
Juru Kunci Lebih Tahu Keadaan Gunung Kelud?
Kata orang yang dikenal pakar spiritual, “Peranan seorang kuncen atau
juru kunci sangat penting. Dia sangat memahami karakteristik gunung dan
dia yang mampu berkomunikasi dengan penunggu gunung.”
Seorang juru kunci diyakini bisa mengetahui apa yang diinginkan
gunung dan sang penunggunya. Sebab, seorang juru kunci memiliki
kemampuan berkomunikasi dengan gaib yang ada di gunung itu. Bahkan, juru
kunci diyakini mengetahui kapan gunung akan meletus.
Berkomunikasi dengan penunggu Gunung?
Apa benar dapat berkomunikasi dengan gunung? Bagaimana cara berkomunikasinya?
Kalau Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, iya bisa karena diizinkan oleh
Allah. Beliau bisa berkomunikasi dengan burung seperti disebut dalam
ayat ketika burung Hudhud bercerita pada Nabi Sulaiman mengenai Ratu
Balqis dan kaumnya yang menyembah matahari. Lalu Sulaiman berkata pada
Hudhud,
قَالَ
سَنَنْظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (27) اذْهَبْ
بِكِتَابِي هَذَا فَأَلْقِهِ إِلَيْهِمْ ثُمَّ تَوَلَّ عَنْهُمْ فَانْظُرْ
مَاذَا يَرْجِعُونَ (28)
“
Berkata Sulaiman: “Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu
termasuk orang-orang yang berdusta. Pergilah dengan (membawa) suratku
ini, lalu jatuhkan kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka,
lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan” (QS An Naml: 27-28)
Beliau benar telah diajari bahasa burung sebagaimana disebut dalam ayat,
وَوَرِثَ
سُلَيْمَانُ دَاوُودَ وَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ
الطَّيْرِ وَأُوتِينَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْفَضْلُ
الْمُبِينُ
“
Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai Manusia,
kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala
sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata.” (QS. An Naml: 16).
Lantas siapakah penjaga gunung?
Tentu bukan seorang kuncen karena yang bisa menundukkan gunung
hanyalah Allah. Allah yang membuat gunung bisa siaga III. Allah pun yang
menetapkan jadi siaga IV sehingga terjadi erupsi dan melepaskan
berbagai material vulkanik. Lihatlah pada kisah Sulaiman dan Daud,
Allah-lah yang menundukkan gunung dan burung bagi mereka sebagaimana
disebut dalam ayat,
فَفَهَّمْنَاهَا
سُلَيْمَانَ وَكُلًّا آَتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا وَسَخَّرْنَا مَعَ
دَاوُودَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ وَكُنَّا فَاعِلِينَ
“
Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang
hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami
berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan
burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang
melakukannya.” (QS. Al Anbiya’: 79). Allah-lah yang menundukkan gunung, bukan Mbah Maridjan, bukan pula Mbah Ronggo untuk Gunung Kelud.
Allah-lah yang mencipta dan mengatur gunung,
وَتَرَى
الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ
اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ
“
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di
tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah)
perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu;
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Naml: 88)
وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ
“
Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.” (QS. Fathir: 27).
إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ
“
Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi.” (QS. Shad: 18)
Juru Kunci Dapat Mengetahui Kapan Gunung Meletus, Benarkah?
Kapan Gunung Merapi, Sinabu atau Kelud meletus? Itu tentu hanya Allah
yang tahu, bukanlah seorang kuncen atau juru kunci yang mengetahuinya.
Bahkan terkadang prediksi-prediksi mereka pun selalu meleset. Di antara
juru kunci gunung yang meletus ini sampai salah prediksi. Dikira wedus
gembel atau hujan abu vulkanik tidak dahsyat sehingga ia enggan
dievakuasi. Eh, malah juru kuncinya mati di rumah. Itu pertanda, waktu
apan gunung berapi itu meletus adalah suatu hal yang ghoib dan hanya
Allah yang mengetahuinya.
Allah
Ta’ala berfirman,
إِنَّ
اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا
فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي
نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan
tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui
apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun
yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مِفْتَاحُ
الْغَيْبِ خَمْسٌ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ اللَّهُ لاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا
يَكُونُ فِى غَدٍ ، وَلاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ فِى الأَرْحَامِ ،
وَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ، وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ
بِأَىِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ، وَمَا يَدْرِى أَحَدٌ مَتَى يَجِىءُ الْمَطَرُ
“
Kunci ilmu ghoib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali
Allah Ta’ala: (1) Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang akan
terjadi besok, (2) Tidak ada seorang pun mengetahui apa yang terjadi
dalam rahim, (3) Tidak ada satu jiwa pun yang mengetahui apa yang ia
lakukan besok, (4) Tidak ada satu jiwa pun yang mengetahui di manakah ia
akan mati, (5) Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan turunnya
hujan.” (HR.Bukhari no. 1039, dari Ibnu ‘Umar)
Juru Kunci Menyariatkan Amalan-Amalan Tertentu
Yang kita lihat dari juru kunci biasa menyariatkan
ajaran-ajaran yang tidak ada tuntunan, bahkan amalan-amalan yang
bernilai kesyirikan seperti menyerahkan sesajen dan tumbal pada gunung
berapi. Bahkan ada agenda tahunan yang dilakukan oleh para juru kunci
dan pengikutnya. Sesajen dan tumbal pada selain Allah sepert ini jelas
adalah perbuatan syirik, bahkan syirik akbar yang mengeluarkan dari
Islam.
Allah
Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS. Al An’am: 162). Yang dimaksud
nusuk
adalah segala bentuk taqorrub pada Allah, namun umumnya yang dimaksud
adalah penyembelihan. Demikian kata Az Zujaj sebagaimana disebutkan oleh
Ibnul Jauzi dalam
Zaadul Masiir, 3: 161. Dalam ayat ini
digandengkan dengan perkara shalat. Sebagaimana seseorang tidak boleh
shalat kepada selain Allah, begitu pula dalam hal menyembelih dan
sesaji.
Begitu pula dalam ayat lain disebutkan,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (menyembelihlah)”
(QS. Al Kautsar: 2). Menyembelih dalam ayat di atas digandengkan dengan
shalat. Dan ibadah badan yang paling utama adalah shalat, sedangkan
ibadah maal (harta) yang paling utama adalah penyembelihan. Demikian
disebutkan dalam
Taisirul ‘Azizil Hamid, 1: 420. Jika shalat tidak boleh ditujukan pada selain Allah, begitu pula untuk tumbal dan sembelihan.
Dalam hadits disebutkan pula,
وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ
“
Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah”
(HR. Muslim no. 1978). Abus Sa’adaat berkata bahwa asal laknat adalah
jauh dari Allah. Jika dimaksud laknat dari makhluk, maksudnya adalah
celaan dan do’a kejelekan. (Dinukil dari
Taisirul ‘Azizil Hamid, 1: 421).
Imam Nawawi
rahimahullah berkata, “Adapun penyembelihan pada
selian Allah, maka yang dimaksud adalah menyembelih dengan nama selain
Allah seperti menyembelih atas nama berhala, salib, Musa, ‘Isa, Ka’bah
dan semacamnya. Semua penyembelihan seperti ini haram. Tidak halal sama
sekali penyembelihan semacam itu, baik yang menyembelih adalah seorang
muslim, nashrani atau yahudi. Demikian ditegaskan oleh Imam Asy Syafi’i
dan disepakati pula oleh pengikut Syafi’i.
Namun
jika yang dimaksud adalah pengagungan kepada selain Allah dengan
sembelihan tersebut dan sebagai bentuk ibadah pada selain Allah
tersebut, maka itu suatu bentuk kekufuran. Jika yang menyembelih
sebelumnya adalah muslim, maka ia jadi murtad karena sembelihan tersebut.” (
Syarh Shahih Muslim, 13: 141).
Moga Allah menyelamatkan kita dari berbagai musibah, terutama musibah
yang menimpa din (agama) kita. Hanya Allah yang memberi taufik dan
hidayah.